Home » » TRADISI APEMAN DI DESA SRIKANDANG

TRADISI APEMAN DI DESA SRIKANDANG

Tradisi adalah hal yang tidak bisa ditinggal”. Begitu kira-kira gambaran sebuah tradisi yang telah melekat di masyarakat. Apapun bentuknya, bagaimanapun sejarahnya, jelas atau tidaknya, tetap akan diikuti. Hal ini seakan telah mendarah daging di kalangan masyarakat. Seolah menjadi satu momok besar jika tak dipenuhi.

Tradisi yang telah berlangsung puluhan, bahkan ratusan tahun, tentunya memiliki tujuan yang jelas. Namun banyak orang yang tidak mengerti mengenai tujuan dan makna yang terkandung dalam tradisi-tradisi tersebut. Mayoritas masyarakat justru hanya mengikuti tanpa mengerti apa yang sebenarnya dijalani.

     Sebagai masyarakat yang percaya dan menjalankan tradisi, tentu merupakan hal yang penting untuk mengetahui apa yang ada dibalik sebuah tradisi yang telah berlangsung sekian lama. Sehingga tidak hanya berbaur, tetapi juga menghayati dengan segenap jiwa.

     Seperti yang kita ketahui bersama bahwa tradisi yang ada di Indonesia sangat beragam. Tidak menutup kemungkinan akan adanya kesamaan satu sama lain. namun kesamaan ini bukan berarti memberi nilai yang sama di lingkup masyrakat yang berbeda. Seperti halnya apeman yang diperingati setiap satu tahun sekali. Tradisi dengan nama serupa memang banyak ditemui di wilayah Jawa Tengah. Namun prosesi, tujuan serta waktunya berbeda. Selengkapnya marilah kita simak penjelasannya dibawah ini.

Apa Itu Apem?
Apem merupakan salah satu jenis makanan yang tidak asing lagi di masyarakat kita. Makanan yang terbuat dari campuran tepung beras dan santan serta bumbu tambahan lainnya ini memang memiliki rasa yang lezat dan gurih. Tak heran jika banyak yang menyukainya.

Makanan ini pun tak sulit untuk dijumpai di zaman sekarang. Banyak pedagang yang menjajakan hidangan semacam ini dengan harga yang terjangkau. Namun, pernahkah Anda membayangkan tentang apa sebenarnya “apem” tersebut? Apakah hanya sebagai cemilan? Ataukah ada nilai tersendiri yang dimilikinya dibalik rasa yang legit dan gurih ini.




Di beberapa daerah (kecamatan) di kabupaten Jepara, apem memiliki nilai historis yang cukup tinggi. Disamping keberadaannya sejak zaman nenek moyang, adapula tradisi yang mewajibkan adanya makanan ini. Tradisi ini disebuat dengan apeman atau bodho apem.

Sebenarnya, apem bukanlah makanan khas Jepara, melainkan makanan khas daerah Comal kabupaten Pemalang Jawa Tengah. Secara fisik, apem dari kedua daerah ini tidak terpaut jauh. Berbentuk bulat, agak lembek dan lembut saat digigit.

Adapun cara menyantap makanan ini dapat dimakan langsung atau denagn ditambahakan santan yang telah direbus dengan gula jawa dan daun pandan yang disebut “juruh”.

Makna Filosofis Tradisi Apeman
Mengenai tradisi apeman, ada bebrapa sumber yang mnegatakan bahwa kata apeman berasal dari bahasa arab ‘afwan’yang berarti maaf. Kata ‘afwan selanjutnya bertransformasi menjadi kata apeman sejalan dengan logat bahsa jawa yang kental.

Sumber lain mengatakan bahwa asal kata apeman adalah kata ampun yang juga memiliki maksud yang sama dengan kata maaf. Kata ampun ini juga berangsur-angsur bertransformasi menjadi kata apeman sesuai dengan logat jawa yang berkembang di masyarakat kala itu.
Dari kedua sumber ini dapat disimpulkan bahwa maksud dari tradisi apeman ini adalah untuk saling memaafkan satu sama lain. terutama terhadap kerabat baik yang dekat maupun yang jauh. Harapannya, ketika telah saling memaafkan, maka Allah akan memberi kemudahan dalam segala urusan.

Dalam pelaksanaannya., tradisi ini dilaksanakan pada bulan dzulqa’dah atau apit dalam kalender jawa setiap tahunnya. Ketentuan lain mengenai tradisi ini yaitu dilaksanakan pada hari jum’at yang jatuh pada pasaran wage.

Bulan apit diyakini masyarakat sebagai bulan yang banyak cobaan. Diantaranya yaitu paceklik yang kerap melanda masyarakat agraris. Adapun tradisi apeman dimaksudkan untuk menghilangkan segala cobaan yang telah ataupun hendak datang dengan saling memaafkan satu sama lain.

Adapun mengenai pemilihan hari jum’at wage, tidak ada penjelasan yang jelas mnegenai hal ini. hanya saja masyarakat meyakini bahwa hari tersebut adalah hari yang baik untuk menjalankan kegiatan yang baik pula.

Bagaimana jika tidak ada jum’at wage di bulan tersebut?
Dari semua narasumber, tidak ada yang memaksakan untuk mengadakan apeman di bulan apit jika tidak ada jum’at wage yang dijumpai. Ini artinya tradisi ini tidak dilaksanakan setiap tahun secara terus menerus. Akan tetapi tergantung adanay hari jum’at wage di bulan tersebut.

Bagaimana Pelaksanaan Tradisi Apeman?
Meskipun hanya berlangsung satu tahun sekali, tradisi ini tidak diperingati secara meriah. Biasanya, para masyarakat membuat apem satu hari sebelum diadakannya peringatan tersebut. Setelah itu, apem yang telah dibuat tadi diantarkan ke rumah kerabat dekat dan para tetangga. Hal ini untuk merekatkan tali silaturrahim sekaligus menyampaikan ucapan maaf dengan perantara apem tersebut. Meskipun jajanan yang diantarkan sama jenisnya,  namun suasana harmonis mampu menciptakan suasana yang berbeda di antara sesama.

Hal inilah yang memberi nilai plus terhadap tradisi yang berlangsung selama bertahun-tahun. Tak perlu meriah, asalkan mampu memberi nilai tambah.

Selain itu, pada pagi hari di hari jum’at wage juga diadakan slametan atau berkumpul di masjid atau musholla terdekat untuk memohon ridlo Allah. Acara ini biasanya diisi dengan bacaan tahlil dengan apem sebagai hidangannya.

Setelah saling memaafkan kepada sesama, kegiatan slametan (minta keselamatan kepada Allah) juga dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Sehingga terjalin hubungan yang baik antar sesama manusia serta antara manusia dan Allahnya.

Sekilas Tentang Apeman Di Desa Srikandang
Di wilayah Jepara, tidak semua masyarakat melaksanakan tradisi apeman. Beberapa daerah yang masih menjalankan tradisi ini seperti di Diantara masyarakat yang masih melkasanakan tradisi ini adaalh di desa Srikandang.

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, pelaksanaan tradisi ini lebih memperlihatkan sisi kedekatan antar sesama kerabat dengan saling berbagi makanan dan berbagi maaf.

Pada pagi harinya, masyarakat, khususnya kaum pria melaksanakan slametan di masjid atau musholla terdekat dengan apem sebagai sajiannya. Slametan dilaksanakan pada pukul 06.00 dan berakhir sekitar pukul 06.30.

Tujuan dari diadakannya slametan ini yaitu untuk meminta keselamatan kepada Allah dari segala bala’, baik yang telah maupun yang akan datang. Adapun setelah acara slametan selesai, masyarakat dapat kembali malaksanakan kegiatannya masing-masing dengan tetap berharap keridloan dari Allh dalam setiap aktifitas.

Penutup
Tradisi apeman merupakan bentuk ucapan maaf terhadap sesama manusia dengan harapan untuk dimudahkan segala urusan oleh Allah SWT. Tradisi ini tidak terdapat di semua wilayah di kabupaten Jepara. Mayoritas masyarakat yang melakukan tradisi ini adalah masyarakat yang tinggal di wilayah pedesaan yang bekerja di bidang pertanian (agraris).
Begitu pun di desa Srikandang kecamatan Bangsri yang memang merupakan wilayah agraris, tradisi ini masih berlaku hingga sekarang. Tradisi ini dilaksanakan sekali setiap tahun. Yaitu pada Jum’at wage di bulan apit menurut kalender jawa. Peringatan tradisi ini dilakukan secara sederhana di setiap masjid dan musholla yang ada di desa tersebut.
 Meskipun banyak masyarakat yang tidak mengerti asal mula terjadinya tradisi ini, namun tradisi ini tetap dilaksanakan demi menjaga tradisi dan mengharapkan keridloan Allah atas apa yang telah dan akan dilakukan.
Demikian laporan hasil pengamatan tentang apeman di desa Srikandang Bangsri. Besar harapan penulis bagi para pembaca untuk berkenan menyumbangkan saran dan kritiknya untuk hasil karya yang lebih baik. Terimakasih. Semoga bermanfaat.



0 comments:

Posting Komentar

Hosting Gratis

Total Pageviews

Ad Space

Ad Space

Blogger news

Hosting Gratis
Diberdayakan oleh Blogger.

Wikipedia

Hasil penelusuran

search here